Kamis, 02 Juli 2009

Permasalahan Penyelenggaraan Konstruksi Jembatan Bentang Panjang

Sebagian besar sungai-sungai di Indonesia memiliki lebar yang kecil. Hanya sekitar 2% yang memiliki lebar lebih besar dari 100 meter. Hal ini mempengaruhi kebijakan pembinaan teknis jembatan di Indonesia. Kebijakan standarisasi jembatan-jembatan pendek lebih dikembangkan untuk mendukung fungsi jaringan jalan.

Saat ini ketersediaan jembatan panjang di Indonesia masih belum dominan. Hal ini terkait dengan konsep masterplan sitem transportasi nasional yang berupaya menggerakkan seluruh sektor di bidang infrastruktur pehubungan yaitu mendorong perhubungan darat, laut dan udara. Memang sampai dengan saat ini akan di dorong untuk membuat dua jempatan panjang lainnya yaitu Jembatan Selat Sunda dan Jembatan Selat Bali, namun demikian hal ini masih akan memperhitungkan banyak hal, anatara lain: kesiapan daerah terhadap trasnsisi budaya dan ekonomi. Jembatan panjang memang didesain untuk tempat-tempat yang memilik nilai EIRR lebih besar dari 12%, artinya kegiatan masyarakat di derah tersebut memiliki nilai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal ini dapat difahami karena besarnya kebutuhan biaya pemeliharaan jembatan yang sangat tinggi harus diimbangi dengan tingkat pertumbuhan perekonomian masyarakat yang tinggi pula. Mekanisme pemeliharaan jembatan ini harus berbagi dengan masyarakat sehingga masyarakat juga memiliki kepedulian terhadap jembatan tersebut dan merasa memiliki.

Ide pembangunan jembatan bentang panjang mengandung berbagai aspek multi dimensi yang perlu diantisipasi sejak dini.

Aspek Kebutuhan Program
1. Informasi kebutuhan besaran program fisik jembatan, khususnya jembatan bentang panjang masih sangat terbatas
2. Informasi kondisi jembatan masih terbatas
3. Informasi pasar masih sangat terbatas

Aspek Teknologi
1. Analisis struktur, metode pelaksanaan, dan manajemen konstruksi jembatan bentang panjang realtif kompleks yang memerlukan tenaga ahli khusus dan bantuan komputer.
2. Teknologi khusus yang diterapkan pada pembangunan jembatan panjang mungkin memerlukan jenis dan bentuk materia yang berbeda dibandingkan dengan material yang umumnya digunakan dalam pembangunan jembatan. Sebagai contoh untuk mengurangi beban struktural, jembatan bentang panjang memerlukan material konstruksi yang lebih ringan tanpa mengurangi kekakuannya.
3. Pemeliharaan dan perawatan jembatan belum seluruhnya menggunakan material dan peralatan yang tepat.

Aspek Pembiayaan dan Modal Kerja
1. Konstruksi jembatan bentang panjang umumnya membutuhkan biaya besar. Mengingat kemampuan pemerintah dalam penyediaan dana APBN/D semakin terbatas karena harus memperhatikan berbagai prioritas pembangunan lainnya, pembiayaan yang besar memerlukan alternatif sumber pembiayaan dari berbagai pemangku kepentingan. Konsep keadilan untuk kemakmuran bersama sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 perlu diterapkan dalam penyelenggaraan infrastruktur. Para pemanfaat hasil pembangunan jembatan bentang panjang diberikan kesempatan untuk berpartisipasi seluas-luasnya. Tingkat partisipasi disesuaikan dengan tingkat manfaat yang diterimanya.
2. Akses permodalan badan usaha masih terbatas terutama setelah krisis ekonomi global tahun 2008. Tingkat suku bunga dinilai pelaku jasa konstruksi masih terlalu tinggi
3. Kombinasi permasalahan pembiayaan, teknologi dan manajemen konstruksi merupakan tantangan besar bagi penyedia jasa konstruksi nasional. Masalah pembiayaan menjadi krusial karena investor sering membawa teknologi dan manajemen konstruksi sendiri yang merujuk pada penyedia jasa di bawah benderanya. Semakin kecil peran pemerintah dan komponen nasional dalam proses pembiayaan, akan semakin sempit peluang bagi penyedia jasa konstruksi nasional. Pendanaan dari loan menyebabkan lemahnya posisi Indonesia terutama dalam hal penetapan penyedia jasa konstruksi dan tenaga kerja nasional (contoh: kasus Jembatan Suramadu yang mempekerjakan badan usaha dan tenaga kerja sampai dengan tenaga terampil dari China)

Saat ini pembiayaan jembatan bentang panjang hampir seluruhnya mengandalkan loan dari pihak luar negeri. Hal ini terjadi karena kapasitas fiscal Indonesia tidak mencukupi untuk membuat jembatan bentang panjang dengan dana sendiri. Hal ini dapat dimaklumi karena rendahnya PAD hampir di seluruh kabupaten/kota dan provinsi di Indonesia sedangkan seluruh sektor pembangunan lainnya masih banyak yang memerlukan perhatian khusus. Saat ini andalan pembangunan Indonesia adalah APBN yang bersumber pada migas, tambang dan industri perdagang yang dikelola secara nasional.

Aspek Pengadaan
Keterlibatan pihak lain di luar pemerintah atau sektor privat, dalam pembiayaan dan operasi produk konstruksi memerlukan sistem pengadaan dan pengikatan kontrak khusus. Secara umum Undang-Undang Jasa Konstruksi telah mengakomodasi permasalahan ini dengan format proses pengadaan konstruksi terintegrasi. Tanpa jaminan hukum melalui pengikatan kontrak yang jelas dan penegakan hukum yang tegas dan adil serta dukungan dari sistem penjaminan risiko, sektor privat tidak akan tertarik untuk berpartisipasi dalam pembiayaan infrastruktur.

Aspek Penyedia Jasa Badan Usaha
1. Hampir semua penyedia jasa badan usaha berklasifikasi umum
2. Kesempatan penyedia jasa untuk mengembangkan potensinya dibidang ini masih sangat terbatas karena jarangnya pekerjaan jembatan bentang panjang di Indoensia.
3. Peraturan LPJK nomor 11a/2008 belum sepenuhnya merujuk pada standar internasional (Central Product Classification – CPC).
Klasifikasi bidang jalan masih digabung dengan bidang jembatan (kode: 4022 - jalan dan jembatan) sehingga penyedia jasa yang kurang berpengalaman dibidang jembatan dapat memasukkan penawaran untuk pekerjaan bidang jembatan.
4. Corrective Action dalam pemberdayaan penyedia jasa badan usaha bidang jembatan masih kurang dilakukan. Belum banyak program-program pemberdayaan penyedia jasa konstruksi yang dilakukan pemerintah, LPJK, maupun asosiasi untuk mandiri dalam penguasaan bridge engineering.

Aspek Penyedia Jasa Tenaga Konstruksi
1. Belum semua tenaga ahli tersertifikasi
2. Standar pengukuran kompetensi (Sertifikasi) masih beragam tergantung pada asosiasinya.
Belum ada standar nasional untuk proses assessment dalam sertifikasi badan usaha dan tenaga ahli, dan masih banyak output proses sertifikasi yang belum memberikan gambaran kompetensi penyedia jasa yang sesungguhnya

Aspek Penelitian dan Pengembangan
1. Litbang bidang konstruksi jembatan bentang panjang masih kurang
2. Peran dan kesempatan industri dalam riset teknologi bidang konstruksi jembatan bentang panjang masih kurang, karena keterbatasan pasar dan tidak ada insentif yang dapat diperoleh.
3. Kebijakan pemerintah dalam pengembangan riset masih rendah
4. Pengaplikasian produk-produk litbang masih menemui banyak kendala di lapangan.

Aspek Kelembagaan
1. Lembaga pembina jasa konstruksi belum terbentuk seluruhnya pada masing-masing daerah, sehingga proses pembinaan konstruksi, termasuk pembinaan kapasitas dalam penyelenggaraan jembatan belum merata di seluruh daerah.
2. Peran LPJK masih sangat terbatas, khususnya dalam pengembangan iptek dan peningkatan sumber daya manusia.Lembaga sertfikasi profesi bidang konstruksi masih belum efektif untuk menghasilkan tenaga ahli konstruksi yang profesional, khususnya di bidang jembatan.

Senin, 29 Juni 2009

Sinergi Dalam Penyelenggaraan Jembatan

Penyelenggaraan jembatan bentang panjang sering bersifat strategis. Banyak kepentingan yang terlibat dalam prosesnya. Kepentingan tersebut bukan hanya bersifat teknis, tetapi mencakup hal-hal nonteknis seperti: kebutuhan akan pencitraan, pemihakan kepada wilayah dan masyarakat tertentu, dsb. Oleh karena itu, permasalahan pada penyelenggaraan jembatan bentang panjang sering menjadi kompleks.

Pemangku kepentingan yang terlibat, antara lain: pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga pemberi bantuan dana, kelompok masyarakat setempat dan pemerhati konstruksi, perguruan tinggi, asoasiasi perusahaan dan profesi, dan tokoh masyarakat. Apa yang perlu disinergikan dan bagaimana mensinergikan berbagai pemangku kepentingan tersebut?

a. Kesepahaman atas tujuan rencana pembangunan jembatan

Iniator atau penanggung jawab kegiatan memberikan ruang seluas-luasnya kepada seluruh pemangku kepentingan untuk berpartisipasi dalam perumusan tujuan pembangunan jembatan. Sebagai contoh, sejak tahun 1986, Departemen PU sudah menyampaikan idea pembangunan jembatan Selat Sunda. Idea ini terus bergaung. Memahami tujuan pembangunan jembatan tersebut sangat terkait dengan perkembangan wilayah sekitar jembatan, pada medio tahun 1990-an Pemerintah Provinsi Lampung, melalui Bappeda, proaktif untuk menyiapkan kajian awal yang hasilnya kemudian dibahas oleh berbagai kelompok masyarakat. Saat ini rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda sudah banyak di bahas di berbagai media massa. Berbagai kelompok masyarakat sudah banyak memberikan masukan terkait dengan manfaat dan risiko yang akan dihadapi.

b. Pemerintah berperan penuh dalam proses perencanaan umum

Penyusunan perencanaan umum adalah untuk mengkaji secara komprehensif berbagai aspek yang terkait dengan rencana pembangunan jembatan. Penyusunan perencanaan umum harus bebas dari konflik kepentingan. Oleh karena itu harus dilaksanakan oleh pemerintah. Kegiatan parsial dari perencanaan umum dapat dilakukan oleh sektor privat, tetapi pengintegrasian berbagai kegiatan parsial tersebut harus di bawah kendali Pemerintah.

c. Pelaksanaan studi kelayakan yang komprehensif, transparan dan akuntabel

Studi kelayakan adalah proses mensinergikan antara pencapaian tujuan dari sebuah ide pembangunan yang sudah disepakati secara luas dengan kapasitas sumber daya yang tersedia dan manfaat pembangunan. Kapasitas sumber daya untuk mencapai tujuan (dampak) terdiri dari potensi ketersediaan biaya, kapasitas lingkungan dan potensi ketersediaan teknologi. Manfaat pembangunan terkait langsung atau tidak langsung dengan berbagai komponen dalam mencapai tujuan pembangunan. Komponen langsung antara lain terdiri dari: pengguna jembatan baik individu maupun kelompok masyarakat. Komponen tidak langsung misalnya perkembangan wilayah, harga produk di pasar, daya saing produksi dan hasil bumi, tingkat kenyaman dan kesehatan masyarakat, dll. yang seluruhnya dapat dikuantifikasi. Proses yang transparan dan akuntabel sangat penting karena akan dinilai oleh seluruh pemangku kepentingan, khususnya para investor yang berminat.

d. Pemerintah berperan penuh dalam proses penyediaan lahan

Pembangunan infrastruktur publik termasuk jembatan bentang panjang adalah untuk kepntingan publik sehingga masyarakat diharapkan berpartisipasi dalam seluruh proses pembangunan. Lahan merupakan salah satu faktor kunci dalam keberhasilan proyek. Hasil pembelajaran dari pengalaman menunjukkan kegagalan dalam penyediaan lahan untuk mendukung proyek infrastruktur antara lain adalah kenaikan harga lahan yang tidak wajar karena ulah para spekulan tanah, dan ada sebagian kecil masyarakat yang tidak bersedia untuk berpartisipasi. Kebijakan yang telah diambil pemrintah untuk mengantisipasi permasalahan ini adalah dengan mengeluarkan peraturan dilarangnya transaksi tanah oleh masyarakat sebelum proyek dilaksanakan; diterbitkannya Keppres yang mengatur pelimpahan wewenang penerimaan ganti rugi pengambilan hak atas lahan kepada lembaga pengadilan apabila masih ada sebagian kecil masyarakat (< 20%) tidak bersedia lahannya dibebaskan.

e. Pemerintah berperan penuh dalam perumusan kinerja sistem penyelenggaraan yang mencakup kinerja input, proses, output dan outcome.

f. Perencanaan teknis, pelaksanaan, dan pengawasan dapat dilakukan oleh sektor privat

g. Audit kinerja sistem penyelenggaraan dilakukan oleh tim audit independen.

Kamis, 04 Juni 2009

Pelaksanaan K3 di Dep. PU

Mengapa pelaksanaan K3 sangat penting:

  • Di dunia terjadi 270 juta kecelakaan kerja, dan 160 juta penyakit akibat bekerja.
  • Di Indonesia terjadi 23 korban/ 100 ribu pekerja; 1,5 juta kasus pada periode 1978-2007; menimbulkan klaim asuransi Rp. 1,9 triliun; kejadian di sektor konstruksi 32% dan manufaktur 31,5%.

Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Dep. PU:

  1. Pengaturan K3 (Permen PU No. 09/PRT/M/2008)
  2. Penegakaan peraturan K3
  3. Persyaratan K3 dalam setiap kegiatan
  4. Setiap orang bertanggung jawab untuk menerapkan K3
  5. Identifikasi bahaya
  6. Penerapan Sistem Manajemen K3 (SM-K3)
  7. Peningkatan kompetensi K3
  8. Sosialisasi K3

Substansi Permen PU No. 09/PRT/M/2008

  • Tata cara penyusunan SM- K3 konstruksi bidang PU bagi penyedia jasa
  • Format rencana K3 kontrak
  • Format audit internal K3 konstruksi bagi penyedia jasa
  • Format tata cara penentuan tingkat risiko kegiatan

Pakta Komitmen K3 Dep. PU - Mitra Kerja

  1. Keteladanan untuk keselamatan
  2. Keutamaan untuk keselamatan
  3. Integrasi untuk keselamatan, yang mencakup: perencanaan, perancangan, pelaksanaan, pemanfaatan, pemeliharaan, dan pembongkaran.
  4. Kompetensi untuk keselamatan
  5. Pengetahuan untuk keselamatan

Peran PU dalam Penanganan Bencana

Saya menerima satu buku lagi dari Sekretariat BPKSDM yang berjudul "Peran PU dalam Penanganan Bencana". Buku ini membahas:
  • Konsep dan kebijakan PU dalam penanganan bencana
  • Penanganan bencana tsunami Aceh dan Nias
  • Penanganan bencana gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah
  • Penanganan bencana banjir di Jakarta
  • Penanganan bencana alam lumpur Sidoarjo Jawa Timur.

Buku ini sangat bermanfaat karena secara singkat menjelaskan penyebab bencana, kerusakan dan korban yang terjadi, permasalahan dan cara penanggulangan bencana, dan pembelajaran yang dapat dipetik.

Rabu, 03 Juni 2009

Penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarjo

Saya telah menerima buku dari I Putu Artama Wiguna, PhD, salah seorang tim penulis buku Penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarjo. Saya yakin penulisan buku sejenis ini akan sangat bermanfaat bagi perkembangan konstruksi di Indonesia. Setelah terbitnya buku ini, diharapkan akan terbit buku-buku sejenis lainnya, misalnya tentang Bencana TPA di Leuwi Gajah Jawa Barat dan Bencana Situ Gintung.

Isi buku tersebut mencakup:
  • Latar belakang penulisan buku
  • Sejarah perkembangan lumpur dari awal sampai saat buku diterbitkan
  • Fenomena geologi gunung lumpur (mudvolcano) dan semburan lumpur
  • Konsep manajemen bencana dalam penanggulangan lumpur secara terpadu dengan manajemen risiko bencana
  • Analisis penurunan tanah dan dampaknya
  • Analisis ancaman pencemaran air dan udara sebagai akibat semburan lumpur serta pembahasan dampaknya.
  • Analisis tingkat risiko disekitar daerah semburan lumpur
  • Hasil penelitian karakteristik fisik dan kimia lumpur
  • Alternatif pengaliran lumpur di permukiman dan analisis benefit cost ratio
  • Rencana ke depan dalam mengurangi bencana yang diakibatkan semburan lumpur.

Para mahasiswa dan praktisi dapat menggunakan buku tersebut khususnya dalam pembahasan studi kasus.

Kamis, 07 Mei 2009

Agenda Konstruksi 2009

  1. Kolokium Hasil Litbang Permukiman, 27-28 Mei 2009, Kampus Pusat Litbang Permukiman, Jalan Panyaungan - Cileunyi Wetan Kab. Bandung
  2. Pelatihan Teknik Pembelajaran Orang Dewasa dalam Diklat Keahlian Konstruksi, 3-4 Juni 2009, Hotel Satelit, Jalan Raya Darmo Surabaya.
  3. Kolokium Jalan dan Jembatan: Pengembangan Teknologi Pemeliharaan Jalan dan Jembatan dalam Rangka Mendorong Peningkatan Daya Saing Produksi Nasional, 10-11 Juni 2009, Gedung Pengembangan Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, Jalan A.H. Nasution No. 264 Ujung Berung Bandung.
  4. Penyelenggaraan Mata Kuliah Umum Kedinasan: Peningkatan Efisiensi dan Efektifitas Penyelenggaraan Infrastruktur Pascakonstruksi, 3-8 Agustus 2009, Kampus Pusbiktek BPKSDM Dep. PU, Jalan Abdul Hamid 1 Cicaheum Bandung.

Rabu, 06 Mei 2009

Sistem Pelelangan dengan Harga Terendah

Pada setiap pembekalan dihadapan peserta pendidikan dan pelatihan konstruksi, saya selalu mengatakan bahwa jika kita mau tidak sulit untuk mengendalikan penyedia jasa agar mereka bisa bekerja sesuai dengan spesifikasi teknis dan kontrak. Tetapi, saya sering didebat oleh para peserta bahwa sulit sekali mengendalikan layanan penyedia jasa jika tawaran mereka jauh di bawah owner estimate. Saya pun mengatakannya bahwa pasti lebih sulit, tetapi negara sangat diuntungkan karena layanan jasa yang diterimanya sangat efisien. Biasanya peserta tidak mudah menerima pendapat ini, bagi mereka berlaku ketentuan ada harga ada kualitas.

Sebenarnya Pemerintah telah memberikan jalan ke luar, yaitu dengan menaikkan jaminan pelaksanaan bagi penyedia jasa yang mengajukan penawaran harga lebih rendah dari OE. Tetapi, para pelaksana kontrak di lapangan masih tetap tidak bahagia karena eksekusi bagi penyedia jasa yang gagal kontrak masih sulit dilaksanakan. Akhirnya, saya mengambil kesimpulan bahwa sebenarnya banyak diantara kita yang tidak mau susah di lapangan, khususnya yang berurusan dengan hukum. Dengan kata lain, kita tidak percaya ada penegakkan hukum di negeri ini.

Para pembina konstruksi seharusnya menyadari hal ini. Dalam suatu pekerjaan, apapun jenisnya, akan dicapai prestasi tertinggi jika dilaksanakan dengan hati yang senang. Konsep ini telah diterapkan dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dengan menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Bill Gates, manajer kelas dunia pemilik Microsoft, telah menerapkan konsep ini di seluruh perusahaannya agar para pegawainya dapat menciptakan produk kreatif unggulan.

Sesuai dengan Keppres, pada prinsipnya pengadaan barang dan jasa pemerintah harus melalui pelelangan. Pengecualian diberlakukan pada keadaan tertentu, yaitu melalui pengadaan langsung.

Pikiran kita selalu terkooptasi bahwa pelelangan harus selalu dengan sistem harga terendah, padahal Keppres mengakomodasi berbagai sistem yang lain yang bisa dipilih. Jika pemerintah memiliki kepercaraan diri yang tinggi bahwa aparaturnya kompeten dan profesional, dan pengendalian terhadap harga satuan sudah dilaksanakan dengan baik, seharusnya para pembina mendorong proses pelelangan tidak harus dilakukan dengan harga terendah. Apalagi saat ini panitia pelelangan semakin profesional setelah diberlakukannya persyaratan sertifikasi.

Penerapan sistem kualitas teknis dalam proses pengadaan akan mendorong peningkatan profesionalisme di tataran pelaksana kontrak. Para pembina, termasuk tim pemeriksa, akan fokus pada pengendalian kualitas produk konstruksi. Tidak ada lagi alasan produk konstruksi yang tidak sesuai dengan spesikasi teknis dan kontrak, karena harga satuannya sudah sesuai dengan standar. Standar harga satuan bukan menjadi tanggung jawab pelaksana kegiatan di lapangan, tetapi menjadi tanggung jawab para pembina. Penilaian pelelangan difokuskan pada sisa kemampuan nyata dan kualitas teknis.

Apakah penerapan sistem kualitas dalam proses pelelangan akan menyenangkan bagi para pelaksana kontrak? Belum tentu, khususnya bagi aparatur yang tidak mau bekerja keras dan profesional. Sistem ini akan menuntut profesionalisme yang tinggi dari panitia pengadaan.

Marilah kita bekerja keras dalam proses persiapan dengan menyiapkan standar harga satuan yang sesuai dengan perkembangan pasar dan memelihara data base kinerja penyedia jasa sehingga setiap saat dapat diketahui sisa kemampuan nyatanya. Kita harus memberikan apresiasi yang tinggi atas pemberlakuan persyaratan sertfikasi bagi panitia pengadaan, dengan menugaskan mereka melakukan penilaian kualitas yang jauh lebih rumit dan lebih menuntut kempetensi dibandingkan dengan penilaian harga terendah.

Banda Aceh, 6 Mei 2009

Minggu, 03 Mei 2009

Kinerja Pelaksanaan Pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM) Konstruksi Tahun 2004 – 2009

  • Tesedianya tenaga konstruksi yang tersertifikasi
    o Jumlah tenaga ahli/ terampil
    o Jumlah jenis tenaga ahli/ terampil
    o Jumlah tenaga ahli/ terampil yang memiliki sertifikat internasional/ regional/ bilateral
  • Tersedianya NSPK terkait dengan pembinaan sdm konstruksi
    o Pedoman Diklat Konstruksi
    o Pedoman Penyelenggaraan Kerjasama Pendidikan Keahlian Konstruksi
    o Pedoman Penilaian Tenaga Ahli
    o Pedoman Penyusunan SKKNI
    o Pedoman Penyusunan Kurikulum Diklat Konstruksi Berbasis Kompetensi
  • Tersedianya SKKNI bidang konstruksi
    o Jumlah dan jenis SKKNI
  • Tersedianya tenaga asesor tersertifikasi bidang konstruksi
    o Jumlah dan jenis asesor
  • Tersedianya pendidikan keahlian dan keterampilan bidang konstruksi
    o Jumlah dan jenis program studi
    o Jumlah kurikulum hasil rancangan bersama
    o Jumlah, jenis dan sebaran lulusan pendidikan
    o Jumlah alumni pendidikan tersertifikasi
  • Tersedianya pelatihan keahlian dan keterampilan bidang konstruksi
    o Jumlah pelatihan tenaga ahli/ terampil
    o Jumlah lulusan pelatihan
    o Jumlah modul pendidikan/ pelatihan
  • Tersedianya pelatihan tenaga pengajar dan instruktur berbasis kompetensi
    o Jumlah pengajar/ instruktur lulusan pelatihanJumlah tenaga pengajar/ instruktur tersertifikasi

Kinerja Pelaksanaan Pembinaan Teknik Konstruksi Tahun 2004 – 2009

  • Tersedianya NSPK bidang konstruksi
    - Jumlah dan jenis SNI yang dihasilkan Ditjen dan Balitbang
    - Pedoman Sistem Manajemen Mutu Konstruksi

- Pedoman Sistem Manajemen K3 Konstruksi
- Pedoman Sistem Jaminan Mutu Konstruksi
- Jumlah dan jenis pedoman teknis terintegrasi yang disusun berdasarkan tematik

  • Tersedianya teknologi tepat guna dan teknologi maju di bidang konstruksi
    - Jumlah dan jenis teknologi tepat guna
    - Jumlah dan jenis teknologi maju
  • Tersedianya teknologi karya anak bangsa
  • Tersedianya modul untuk mendukung pendidikan dan pelatihan teknik konstruksi yang terkait dengan manajemen, peralatan, metode, material dan biaya konstruksi
  • Tersedianya informasi hasil litbang bidang konstruksi
  • Terlaksananya sosialisasi produk teknik konstruksi
    - Jumlah dan jenis kegiatan sosialisasi
    - Jumlah peserta dan instansi yang mengikuti sosialisasi
  • Tersedianya sistem informasi harga satuan konstruksiTerlaksananya kegiatan pengembangan, operasi dan pemeliharaan sistem informasi penyelenggaraan konstruksi

Kinerja Pelaksanaan Pembinaan Pengadaan Jasa Konstruksi Tahun 2004 – 2009

  • Tersedianya NSPK terkait dengan pelelangan jasa konstruksi
  • Tersedianya NSPK terkait dengan kontrak jasa konstruksi
  • Terselesaikannya sanggahan banding pelelangan kepada MenPU

Kinerja Pelaksanaan Pembinaan Pasar Jasa Konstruksi Tahun 2004 – 2009

  • Meningkatnya keterbukaan pasar jasa konstruksi nasional yang dapat diakses BUJK nasional
  • Terlaksananya perundingan liberalisasi perdagangan jasa konstruksi
  • Tersedianya fasilitasi akses pasar jasa konstruksi ke luar negeri

Kinerja Pelaksanaan Pembinaan Kelembagaan Jasa Konstruksi Tahun 2004 – 2009

  • Tersedianya NSPK yang terkait dengan pembinaan jasa konstruksi
  • Meningkatnya jumlah Forum Jasa Konstruksi di berbagai wilayah Indonesia
  • Meningkatnya jumlah LPJK di berbagai wilayah
  • Terbentuknya Badan Pembina Jasa Konstruksi di berbagai wilayah
  • Meningkatnya jumlah asosiasi usaha dan profesi yang terakreditasi
  • Meningkatnya jumlah lembaga pelatihan tenaga konstruksi terakreditasi
  • Terbentuknya Lembaga Pengadaan Barang dan Jasa
  • Terbentuknya PT. Multi Sarana Infrastruktur

Kinerja Pelaksanaan Pembinaan Usaha Jasa Konstruksi Tahun 2004 – 2009

  • Tersedianya NSPK yang terkait dengan penyelenggaraan UJK Nasional
  • Tersedianya peraturan untuk mengendalikan BUJK asing yang beroperasi di Indonesia
  • Tersedianya peta profil BUJK: besar,sedang, dan kecil
  • Meningkatnya jumlah pengelola BUJK yang bersertifikat
  • Tersedianya informasi tingkat kontribusi sektor konstruksi terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja nasional

Tujuan Konstruksi Indonesia

Tujuan konstruksin nasional telah dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan dan beberapa hasil kajian yang dilakukan oleh BPKSDM. Berdasarkan UUJK tujuan pengaturan jasa konstruksi adalah untuk mewujudkan 1) struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas; 2) tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi; dan 3) peran serta masyarakat. Berdasarkan konsep Renstra 2010-2014 yang disiapkan tim konsultan BPKSDM, tujuan pembinaan konstruksi adalah untuk mewujudkan Konstruksi Indonesia: 1) unggul, 2) mandiri, 3) terintegrasi, 4) tata kelola penyelenggaraan yang baik, dan 5) tumbuh dan berkembang.

Disamping itu tujuan konstruksi nasional tersirat dalam tugas dan fungsi BPKSDM. Tugas dan fungsi pembinaan konstruksi periode 2004 – 2009, dan konsep rumusan tugas dan fungsi 2010 – 2014 relatif tidak jauh berbeda, yaitu terfokus pada pembinaan konstruksi bidang: 1) usaha jasa konstruksi, 2) kelembagaan jasa konstruksi, 4) pasar jasa konstruksi, 4) pengadaan jasa konstruksi, 5) teknik konstruksi, 6) industri konstruksi 7) sdm konstruksi, dan 8) publikasi dan informasi konstruksi.

Kebijakan Dasar Penyelenggaraan Konstruksi

Banyak ahli mengatakan bahwa kebijakan umum yang paling valid berlaku di suatu negara adalah undang-undang. Peraturan perundang-undangan yang melandasi penyelenggaraan konstruksi di Indonesia adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (UUJK). Namun, sebagian ahli mengeritiknya bahwa UUJK hanya mengatur jasa konstruksi, bukan penyelenggaraan sektor konstruksi. Oleh karena itu, UUJK tidak dapat dilepaskan dari peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan sektor konstruksi, misalnya peraturan perundang-undangan di bidang infrastruktur, seperti: UURI nomor 28 tahun 2002 tentang Banguna Gedung; UURI nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air,; UURI nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan; UURI nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang; dan UURI nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Selasa, 21 April 2009

Standar Pelayanan Minimum Bidang Konstruksi

Standar adalah sesuatu yang disepakati untuk acuan diri atau bersama. Standar adalah nilai minimal, sehingga dalam aplikasinya diharapkan sama atau lebih tinggi dari standar tersebut. Standar Pelayanan Minimum (SPM) sebenarnya terminologi yang berlebihan karena standar pelayanan sudah mengandung arti minimum. SPM bukan diambil dari berbagai standar pelayananan yang sudah ada dan kemudian diambil yang nilainya paling minimum. SPM ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama diantara pemangku kepentingan setelah mempertimbangkan berbagai masukan, kondisi lapangan, dan ketersediaan sumber daya.

Sejauh yang saya tahu belum ada lembaga yang telah menetapkan SPM bidang konstruksi. Berdasarkan Undang Undang Jasa Konstruksi (UURI 18/ 1999), beberapa standar pelayanan yang telah diatur antara lain:
- Badan usaha atau usaha orang perseorang yang memberikan jasa konstruksi harus tersetifikasi.
- Pekerjaan konstruksi harus dilaksanakan oleh tenaga konstruksi yang telah tersertifikasi
- Lembaga atau badan yang melaksanakan sertifikasi harus terakreditasi oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK).
- Lembaga atau badan pelatihan yang melaksanakan pelatihan tenaga konstruksi bersertifikat harus terakreditasi oleh LPJK.

Peraturan Pemerintah di bawah UURI No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi (UUJK)

· PP No. 28/ 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jakons
· PP No. 29/ 2000 tentang Penyelenggaraan Jakons
· PP No. 30/2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jakons

Isi selengkapnya dari UUJK dan peraturan pemerintah tersebut dapat dilihat di situs BPKSDM

Landasan Hukum Penyelenggraan Infratruktur Pekerjaan Umum:

· UURI No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi
· UURI No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung
· UURI No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air
· UURI No. 38/2004 tentang Jalan
· UURI No. 26/2007 tentang Penataan RuangUURI No. 18/2008 tentang Persampahan

Sabtu, 18 April 2009

Jika Konstruksi Indonesia Tidak Dapat Bersaing

- Infrastruktur tidak efektif dan efisien --> pertumbuhan ekonomi terhambat --> Good Governance tidak terwujud
· Jasa konstruksi didominasi asing --> lapangan usaha dan kerja menyempit --> Jakons tidak mampu menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi
· Export tenaga kerja terhambat --> pemasukan devisa terhambat --> kapasitas potensi ekonomi bangsa dan negara menurun.
· Pembangunan bernilai strategis oleh pihak asing --> national security terancam
· Transformasi dari watak traditional agricultural kearah industrial terhambat. Tidak ada kebanggaan berpretasi dalam teknologi konstruksi dan profesi --> tetap terkungkung mental orang upahan/ kuli

Latar Belakang Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

1. UU No. 7/ 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the WTO
· Pengesahan hasil perundingan putaran Uruguay:
· Dokumen GATT (General Agreement on Tariffs and Trade, yang mencakup:
· Dokumen GATS (General Agreement on Trade and Services)
· Indonesia wajib mematuhi ketentuan yang tercantum dalam GATT/ GATS Antara lain melakukan pelonggaran perdagangan Jasa

2. PP No. 20 Tahun 1994 tentang Penanaman Modal Asing
· tuntutan globalisasi: Broadening and deepening atas komitmen GATT/GATS
· Mengurangi/ menghapus persyaratan masuk penyedia jasa asing
· PMA dapat membentuk/ memiliki badan usaha jasa konstruksi nasional (100% modal asing)

3. Tuntutan Rakyat: Kemakmuran dalam Good Governance

4. Peingkatan kemampuan Jasa Konstruksi Nasional beserta lingkungan usahanya

Jumat, 17 April 2009

RAWAN HIV, AIDS DAN IMS DI SEKTOR KONSTRUKSI

· SEKTOR KONSTRUKSI
o Prasarana perumahan dan permukiman
o Bangunan elektrikal dan mekanikal
o Bangunan pengolahan air dan limbah padat dan cair
o Jaringan pipa distribusi air, minyak dan benda cair lainnya
o Bangunan jaringan transmisi listrik dan telekomunikasi
o Bangunan pengelolaan sumber daya air: bendung, irigasi, drainase, pengaman bahaya gelombang air dan erosi
o Bangunan terminal, dermaga dan pelabuhan laut dan udara.
o Jaringan jalan, jembatan, dan rel kereta api

· HIV, AIDS, DAN IMS
o HIV singkatan dari Human Immunodeficiency Virus adalah virus penyebab AIDS
§ HIV terdapat di dalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi seperti di dalam darah, air mani dan cairan vagina.
§ Sebelum HIV berubah menjadi AIDS, penderitanya akan tampak sehat dalam waktu kira-kira 5 sampai dengan 10 tahun.
§ Walaupun tampak sehat, mereka dapat menularkan HIV pada orang lain melalui hubungan seks yang tidak aman, transfusi darah atau pemakaian jarum suntik secara bergantian.
o AIDS singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah kumpulan berbagai gejala menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV
§ Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular oleh berbagai macam penyakit, karena sistem kekebalan di dalam tubuhnya telah menurun.
§ Sampai sekarang belum ada obat yang dapat menyembuhkan AIDS.
§ Agar dapat terhindar dari HIV/ AIDS anda harus tahu bagaimana cara penularan dan pencegahannya.
o IMS singkatan dari Infeksi Menular Seksual, sering juga disebut penyakit kelamin yang sebagian besar ditularkan melalui hubungan seks.

· TANDA ATAU GEJALA AIDS
o Kehilangan berat badan secara drastis
o Diare yang berkelanjutan
o Pembengkakan pada leher dan/atau ketiak
o Batuk terus menerus.

· MENGETAHUI SESEORANG TERSERANG AIDS
o Hanya dengan melakukan test darah HIV

· CARA PENULARAN
o Hubungan seks yang tidak terlindung dengan orang yang telah terinfeksi HIV
o Penggunaan jarum suntik secara bergantian
o Ibu hamil pengidap HIV kepada bayi yang dikandungnya

HIV tidak ditularkan melalui jabatan tangan, sentuhan, ciuman, pelukan, menggunakan peralatan makan/ minum yang sama, gigitan nyamuk, memakai jamban yang sama atau tinggal serumah.

· CARA MENCEGAH PENULARAN HIV
o A. Tidak melakukan seks
o B. Bersikap saling setia dengan pasangan
o C. Cegah dengan memakai kondom
o - . Jangan menggunakan narkoba suntik

· KONDISI GLOBAL AIDS, HIV, DAN IMS
o Sejak tahun 1981, HIV telah menginfeksi lebih 65 juta orang, 25 juta orang di dalammnya meninggal dunia.
o Pada tahun 2007 terdapat tambahan 2,7 juta orang baru terinfeksi HIV
o Sekarang sekitar 34 juta orang hidup di lingkungan penderita AIDS
o Secara keseluruhan tingkat terinfeksi HIV menurun, tetapi di beberapa negara termasuk Indonesi meningkat.
o Penyebaran penyakit utamanya melalui hubungan seks tanpa pelindung dan pemakaian jarum suntik bersama.
o Tingkat kerawanan semakin meningkat ketika terjadi mobilitas manusia yang besar, perubahan norma sosial, hambatan dalam mengakses sumber informasi, layanan kesehatan dan dukungan pelayanan.

· MENGAPA SEKTOR KONSTRUKSI RAWAN TERSERANG HIV, AIDS DAN IMS
o Adanya proyek konstruksi dan jringan prasarana transportasi selain memberikan manfaat bagi manusia juga menjadi sarana penyebaran HIV
o Secara majoritas pekerja konstruksi adalah orang muda dengan keterampilan yang relatif rendah
o Komposisi tenaga konstruksi sekitar 5-8% tenaga kerja
o Keahlian dan keterampilannya beragam, sebagian telah menhasilkan pendapatan yang baik, bekerja secara formal, dan sebagian menjadi anggota asosiasi dan mendapatkan perlindungan hukum.
o Sebagian besar tenaga konstruksi adalah laki-laki.
o Tingkat kebutuhan tenaga di lapangan beragam, tertinggi ketika musim investasi/ pencairan anggaran pendapatan belanja negara/ daerah.
o Hal lain yang meningkatkan risiko penyebaran HIV di sektor konstruksi:
§ Adanya akses ke dan ketersediaan pekerja seks, obat terlarang, dan minuman keras
§ Penerimaan upah dalam bentuk tunai tanpa fasilitas penyimpanan
§ Kurang informasi tentang penyebaran HIV
§ Kurangnya akses pada fasilitas kesahatan yang memadai
§ Kurang pembinaan keagamaan
§ Kurangnya prasarana untuk melaksanakan kegiatan positif

· SEKTOR KONSTRUKSI INDONESIA
o Pada tahun 2007 tenaga konstruksi sekitar 5,2% dari jumlah tenaga kerja
o Indonesia, dan diprediksi meningkat menjadi 6,7% pada tahun 2012
o Telah menyumbangkan 8,4% dari GDP dan 28% dari jumlah investasi
o Nilai pembiayaan sektor konstruksi pada tahun 2007 sekitar 80 teriliun rupiah (naik 3 kali lipat dibandingakan tahun 2003
o Sekitar 166 ribu badan usaha jasa konstruksi telah diregister, sekitar 5% adalah skala besar dan menengah.
o Banyak pekerja konstruksi yang mobilitasnya tinggi tetapi belum menjadi perhatian dalam penyebaran HIV dan belum tersentuh program Departemen Kesehatan.

· TINGKAT KERAWANAN PADA BEBERAPA BIDANG SEKTOR KONSTRUKSI MENJADI LEBIH TINGGI
o Ketika pekerja konstruksi merupakan pendatang, bukan dari tempat sekitar proyek
o Ketika mereka harus pulang setiap malam ke tempat tinggal sementaranya
o Jenis akomodasi (misalnya asrama khusus laki-laki, terjadinya penekanan oleh kelompok, kurangnya alternatif untuk beraktivitas)
o Kemudahan akses pada pekerja seks, obat terlarang dan lain-lain.
o Tingkat mobilitas tenaga konstruksi dan isolasi proyek
o Pola hidup yang kurang sehat: seks yang tidak aman, penggunaan jarum suktik bersama
o Tingkat kesehatan dan layanan kesehatan, misalnya: asusransi kesehatan, akses ke poliklinik, kontrak formal, jaminan pensiun dll.
o Tingkat pengetahuan penyebaran HIV
o Ketersediaan informasi dan akomodasi, misalnya kondom, cara-cara pencegahan dll.