Kamis, 02 Juli 2009

Permasalahan Penyelenggaraan Konstruksi Jembatan Bentang Panjang

Sebagian besar sungai-sungai di Indonesia memiliki lebar yang kecil. Hanya sekitar 2% yang memiliki lebar lebih besar dari 100 meter. Hal ini mempengaruhi kebijakan pembinaan teknis jembatan di Indonesia. Kebijakan standarisasi jembatan-jembatan pendek lebih dikembangkan untuk mendukung fungsi jaringan jalan.

Saat ini ketersediaan jembatan panjang di Indonesia masih belum dominan. Hal ini terkait dengan konsep masterplan sitem transportasi nasional yang berupaya menggerakkan seluruh sektor di bidang infrastruktur pehubungan yaitu mendorong perhubungan darat, laut dan udara. Memang sampai dengan saat ini akan di dorong untuk membuat dua jempatan panjang lainnya yaitu Jembatan Selat Sunda dan Jembatan Selat Bali, namun demikian hal ini masih akan memperhitungkan banyak hal, anatara lain: kesiapan daerah terhadap trasnsisi budaya dan ekonomi. Jembatan panjang memang didesain untuk tempat-tempat yang memilik nilai EIRR lebih besar dari 12%, artinya kegiatan masyarakat di derah tersebut memiliki nilai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal ini dapat difahami karena besarnya kebutuhan biaya pemeliharaan jembatan yang sangat tinggi harus diimbangi dengan tingkat pertumbuhan perekonomian masyarakat yang tinggi pula. Mekanisme pemeliharaan jembatan ini harus berbagi dengan masyarakat sehingga masyarakat juga memiliki kepedulian terhadap jembatan tersebut dan merasa memiliki.

Ide pembangunan jembatan bentang panjang mengandung berbagai aspek multi dimensi yang perlu diantisipasi sejak dini.

Aspek Kebutuhan Program
1. Informasi kebutuhan besaran program fisik jembatan, khususnya jembatan bentang panjang masih sangat terbatas
2. Informasi kondisi jembatan masih terbatas
3. Informasi pasar masih sangat terbatas

Aspek Teknologi
1. Analisis struktur, metode pelaksanaan, dan manajemen konstruksi jembatan bentang panjang realtif kompleks yang memerlukan tenaga ahli khusus dan bantuan komputer.
2. Teknologi khusus yang diterapkan pada pembangunan jembatan panjang mungkin memerlukan jenis dan bentuk materia yang berbeda dibandingkan dengan material yang umumnya digunakan dalam pembangunan jembatan. Sebagai contoh untuk mengurangi beban struktural, jembatan bentang panjang memerlukan material konstruksi yang lebih ringan tanpa mengurangi kekakuannya.
3. Pemeliharaan dan perawatan jembatan belum seluruhnya menggunakan material dan peralatan yang tepat.

Aspek Pembiayaan dan Modal Kerja
1. Konstruksi jembatan bentang panjang umumnya membutuhkan biaya besar. Mengingat kemampuan pemerintah dalam penyediaan dana APBN/D semakin terbatas karena harus memperhatikan berbagai prioritas pembangunan lainnya, pembiayaan yang besar memerlukan alternatif sumber pembiayaan dari berbagai pemangku kepentingan. Konsep keadilan untuk kemakmuran bersama sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 perlu diterapkan dalam penyelenggaraan infrastruktur. Para pemanfaat hasil pembangunan jembatan bentang panjang diberikan kesempatan untuk berpartisipasi seluas-luasnya. Tingkat partisipasi disesuaikan dengan tingkat manfaat yang diterimanya.
2. Akses permodalan badan usaha masih terbatas terutama setelah krisis ekonomi global tahun 2008. Tingkat suku bunga dinilai pelaku jasa konstruksi masih terlalu tinggi
3. Kombinasi permasalahan pembiayaan, teknologi dan manajemen konstruksi merupakan tantangan besar bagi penyedia jasa konstruksi nasional. Masalah pembiayaan menjadi krusial karena investor sering membawa teknologi dan manajemen konstruksi sendiri yang merujuk pada penyedia jasa di bawah benderanya. Semakin kecil peran pemerintah dan komponen nasional dalam proses pembiayaan, akan semakin sempit peluang bagi penyedia jasa konstruksi nasional. Pendanaan dari loan menyebabkan lemahnya posisi Indonesia terutama dalam hal penetapan penyedia jasa konstruksi dan tenaga kerja nasional (contoh: kasus Jembatan Suramadu yang mempekerjakan badan usaha dan tenaga kerja sampai dengan tenaga terampil dari China)

Saat ini pembiayaan jembatan bentang panjang hampir seluruhnya mengandalkan loan dari pihak luar negeri. Hal ini terjadi karena kapasitas fiscal Indonesia tidak mencukupi untuk membuat jembatan bentang panjang dengan dana sendiri. Hal ini dapat dimaklumi karena rendahnya PAD hampir di seluruh kabupaten/kota dan provinsi di Indonesia sedangkan seluruh sektor pembangunan lainnya masih banyak yang memerlukan perhatian khusus. Saat ini andalan pembangunan Indonesia adalah APBN yang bersumber pada migas, tambang dan industri perdagang yang dikelola secara nasional.

Aspek Pengadaan
Keterlibatan pihak lain di luar pemerintah atau sektor privat, dalam pembiayaan dan operasi produk konstruksi memerlukan sistem pengadaan dan pengikatan kontrak khusus. Secara umum Undang-Undang Jasa Konstruksi telah mengakomodasi permasalahan ini dengan format proses pengadaan konstruksi terintegrasi. Tanpa jaminan hukum melalui pengikatan kontrak yang jelas dan penegakan hukum yang tegas dan adil serta dukungan dari sistem penjaminan risiko, sektor privat tidak akan tertarik untuk berpartisipasi dalam pembiayaan infrastruktur.

Aspek Penyedia Jasa Badan Usaha
1. Hampir semua penyedia jasa badan usaha berklasifikasi umum
2. Kesempatan penyedia jasa untuk mengembangkan potensinya dibidang ini masih sangat terbatas karena jarangnya pekerjaan jembatan bentang panjang di Indoensia.
3. Peraturan LPJK nomor 11a/2008 belum sepenuhnya merujuk pada standar internasional (Central Product Classification – CPC).
Klasifikasi bidang jalan masih digabung dengan bidang jembatan (kode: 4022 - jalan dan jembatan) sehingga penyedia jasa yang kurang berpengalaman dibidang jembatan dapat memasukkan penawaran untuk pekerjaan bidang jembatan.
4. Corrective Action dalam pemberdayaan penyedia jasa badan usaha bidang jembatan masih kurang dilakukan. Belum banyak program-program pemberdayaan penyedia jasa konstruksi yang dilakukan pemerintah, LPJK, maupun asosiasi untuk mandiri dalam penguasaan bridge engineering.

Aspek Penyedia Jasa Tenaga Konstruksi
1. Belum semua tenaga ahli tersertifikasi
2. Standar pengukuran kompetensi (Sertifikasi) masih beragam tergantung pada asosiasinya.
Belum ada standar nasional untuk proses assessment dalam sertifikasi badan usaha dan tenaga ahli, dan masih banyak output proses sertifikasi yang belum memberikan gambaran kompetensi penyedia jasa yang sesungguhnya

Aspek Penelitian dan Pengembangan
1. Litbang bidang konstruksi jembatan bentang panjang masih kurang
2. Peran dan kesempatan industri dalam riset teknologi bidang konstruksi jembatan bentang panjang masih kurang, karena keterbatasan pasar dan tidak ada insentif yang dapat diperoleh.
3. Kebijakan pemerintah dalam pengembangan riset masih rendah
4. Pengaplikasian produk-produk litbang masih menemui banyak kendala di lapangan.

Aspek Kelembagaan
1. Lembaga pembina jasa konstruksi belum terbentuk seluruhnya pada masing-masing daerah, sehingga proses pembinaan konstruksi, termasuk pembinaan kapasitas dalam penyelenggaraan jembatan belum merata di seluruh daerah.
2. Peran LPJK masih sangat terbatas, khususnya dalam pengembangan iptek dan peningkatan sumber daya manusia.Lembaga sertfikasi profesi bidang konstruksi masih belum efektif untuk menghasilkan tenaga ahli konstruksi yang profesional, khususnya di bidang jembatan.